Bekerja hendaknya selalu berorientasi kepada Allah SWT |
Allah
SWT memerintahkan bekerja kepada setiap hamba-hamba-Nya (QS. Attaubah:105) : Dan katakanlah: “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya
serta orang-orang mu’min akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan
dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata,
lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan”.
Bekerja Sebagai Satu Kewajiban Seorang Hamba Kepada Allah SWT
Seorang insan minimal sekali diharuskan untuk dapat memberikan nafkah kepada dirinya sendiri, dan juga kepada keluarganya. Dalam Islam terdapat banyak sekali ibadah yang tidak mungkin dilakukan tanpa biaya & harta, seperti zakat, infak, shadaqah, wakaf, haji dan umrah. Sedangkan biaya/ harta tidak mungkin diperoleh tanpa proses kerja. Maka bekerja untuk memperoleh harta dalam rangka ibadah kepada Allah menjadi wajib. Kaidah fiqhiyah mengatakan :
Seorang insan minimal sekali diharuskan untuk dapat memberikan nafkah kepada dirinya sendiri, dan juga kepada keluarganya. Dalam Islam terdapat banyak sekali ibadah yang tidak mungkin dilakukan tanpa biaya & harta, seperti zakat, infak, shadaqah, wakaf, haji dan umrah. Sedangkan biaya/ harta tidak mungkin diperoleh tanpa proses kerja. Maka bekerja untuk memperoleh harta dalam rangka ibadah kepada Allah menjadi wajib. Kaidah fiqhiyah mengatakan :
مَالاَ يَتِمُّ الْوَاجِبُ إِلاَّ بِهِ فَهُوَ
وَاجِبٌ
Suatu kewajiban yang tidak bisa dilakukan melainkan dengan
pelaksanaan sesuatu, maka sesuatu itu hukumnya wajib.
Keutamaan (Fadhilah) Bekerja Dalam Islam
- Orang
yang ikhlas bekerja akan mendapatkan ampunan dosa dari Allah SWT. Dalam
sebuah hadits diriwayatkan :
مَنْ أَمْسَى كَالاًّ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ أَمْسَى
مَغْفُوْرًا لَهُ (رواه الطبراني)
Barang siapa yang sore hari duduk kelelahan lantaran
pekerjaan yang telah dilakukannya, maka ia dapatkan sore hari tersebut dosa-dosanya
diampuni oleh Allah SWT. (HR. Thabrani)
- Akan
diampuninya suatu dosa yang tidak dapat diampuni dengan shalat, puasa,
zakat, haji & umrah. Dalam sebuah riwayat dikatakan :
إِنَّ مِنَ الذُّنُوْبِ لَذُنُوْبًا، لاَ
تُكَفِّرُهَا الصَّلاةُ وَلاَ الصِّياَمُ وَلاَ الْحَجُ وَلاَ الْعُمْرَةُ، قَالَ
وَمَا تُكَفِّرُهَا يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قاَلَ الْهُمُوْمُ فِيْ طَلَبِ
الْمَعِيْشَةِ (رواه الطبراني)
‘Sesungguhnya diantara dosa-dosa itu, terdapat satu dosa
yang tidak dapat dihapuskan dengan shalat, puasa, haji dan umrah.’ Sahabat
bertanya, ‘Apa yang dapat menghapuskannya wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab,
‘Semangat dalam mencari rizki.’ (HR. Thabrani)
- Mendapatkan
‘Cinta Allah SWT’. Dalam sebuah riwayat digambarkan :
إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْمُؤْمِنَ الْمُحْتَرِفَ
(رواه الطبراني)
Sesungguhnya Allah SWT mencintai seorang mu’min yang giat
bekerja. (HR. Thabrani)
- Terhindar
dari azab neraka
Dalam sebuah riwayat dikemukakan, “Pada suatu saat, Saad bin
Muadz Al-Anshari berkisah bahwa ketika Nabi Muhammad SAW baru kembali dari
Perang Tabuk, beliau melihat tangan Sa’ad yang melepuh, kulitnya gosong
kehitam-hitaman karena diterpa sengatan matahari. Rasulullah bertanya, ‘Kenapa
tanganmu?’ Saad menjawab, ‘Karena aku mengolah tanah dengan cangkul ini untuk
mencari nafkah keluarga yang menjadi tanggunganku.” Kemudian Rasulullah SAW
mengambil tangan Saad dan menciumnya seraya berkata, ‘Inilah tangan yang tidak
akan pernah disentuh oleh api neraka’” (HR. Tabrani)
Pertanyaan Besar Tentang Pekerjaan Kita
- Apakah
pekerjaan yang kita lakukan akan mengantarkan kita ke surga?
- Apa
syarat – syarat yang dapat menjadikan pekerjaan kita sebagai sarana untuk
mendapatkan surga Allah SWT?
- Bagaimana
menjadikan pekerjaan kita sebagai sarana untuk mendapatkan surga?
Syarat Mendapatkan Surga Dengan Bekerja
1. Niat Ikhlas Karena Allah SWT
1. Niat Ikhlas Karena Allah SWT
النية الخاصة لله تعالى
Artinya ketika bekerja, niatan utamanya adalah karena Allah
SWT sebagai kewajiban dari Allah yang harus dilakukan oleh setiap hamba. Dan
konsekwensinya adalah ia selalu memulai aktivitas pekerjaannya dengan dzikir
kepada Allah. Ketika berangkat dari rumah, lisannya basah dengan doa bismillahi
tawakkaltu alallah.. la haula wala quwwata illa billah..Dan ketika pulang
ke rumahpun, kalimat tahmid menggema dalam dirinya yang keluar melalui
lisannya.
2. Itqan, sungguh-sungguh dan profesional dalam bekerja
الإتقان في العمل
Syarat kedua agar pekerjaan dijadikan sarana mendapatkan
surga dari Allah SWT adalah profesional, sungguh-sungguh dan tekun dalam
bekerja.
Diantara bentuknya adalah, tuntas melaksanakan pekerjaan
yang diamanahkan kepadanya, memiliki keahlian di bidangnya dsb.
Dalam sebuah hadits Rasulullah bersabda :
إِنَّ اللهَ يُحِبُّ إِذَا عَمِلَ أَحَدُكُمْ
عَمَلاً أَنْ يُتْقِنَهُ (رواه الطبراني)
Sesungguhnya Allah mencintai seorang hamba yang apabila ia
bekerja, ia menyempurnakan pekerjaannya. (HR. Tabrani)
3. sikap Jujur & Amanah
الصدق والأمانة
Karena pada hakekatnya pekerjaan yang dilakukannya tersebut
merupakan amanah, baik secara duniawi dari atasannya atau pemilik usaha, maupun
secara duniawi dari Allah SWT yang akan dimintai pertanggung jawaban atas
pekerjaan yang dilakukannya. Implementasi jujur dan amanah dalam bekerja
diantaranya adalah dengan tidak mengambil sesuatu yang bukan menjadi haknya,
tidak curang, obyektif dalam menilai, dan sebagainya. Dalam sebuah hadits
Rasulullah SAW bersabda :
التَّاجِرُ الصَّدُوْقُ اْلأَمِيْنُ مَعَ
النَّبِيِّيْنَ وَالصِّدِّيْقِيْنَ وَالشُّهَدَاءِ (رواه الترمذي)
Seorang pebisnis yang jujur lagi dapat dipercaya, (kelak
akan dikumpulkan) bersama para nabi, shiddiqin dan syuhada’. (HR. Turmudzi)
4. Menjaga Etika Sebagai Seorang Muslim
التخلق بالأخلاق الإسلامية
Bekerja juga harus memperhatikan adab dan etika sebagai
seroang muslim, seperti etika dalam berbicara, menegur, berpakaian, bergaul,
makan, minum, berhadapan dengan customer, rapat, dan sebagainya. Bahkan akhlak
atau etika ini merupakan ciri kesempurnaan iman seorang mu’min.
Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda :
أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ إِيْمَانًا
أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا (رواه الترمذي)
Sesempurna-sempurnanya keimanan seorang mu’min adalah yang
paling baik akhlaknya (HR. Turmudzi)
5. Tidak Melanggar Prinsip-Prinsip Syariah
مطبقا بالشريعة الإسلامية
Aspek lain dalam etika bekerja dalam Islam adalah tidak
boleh melanggar prinsip-prinsip syariah dalam pekerjaan yang dilakukannya. Tidak melanggar prinsip syariah ini dapat dibagi menjadi
beberapa hal :
Pertama dari sisi dzat atau substansi dari
pekerjaannya, seperti memporduksi tidak boleh barang yang haram,
menyebarluaskan kefasadan (seperti pornografi), mengandung unsur riba, maysir,
gharar dsb.
Kedua dari sisi penunjang yang tidak terkait
langsung dengan pekerjaan, seperti risywah, membuat fitnah dalam persaingan,
tidak menutup aurat, ikhtilat antara laki-laki dengan perempuan,
dsb.
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا أَطِيعُوا
اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَلاَ تُبْطِلُوا أَعْمَالَكُمْ
Hai orang-orang yang beriman, ta`atlah kepada Allah dan
ta`atlah kepada rasul dan janganlah kamu merusakkan (pahala) amal-amalmu. (QS.
Muhammad, 47 : 33)
6. Menghindari Syubhat
الإبتعاد عن الشبهات
Dalam bekerja terkadang seseorang dihadapkan dengan adanya
syubhat atau sesuatu yang meragukan dan samar antara kehalalan dengan
keharamannya. Seperti unsur-unsur pemberian dari pihak luar, yang terdapat
indikasi adanya satu kepentingan terntentu. Atau seperti bekerja sama dengan
pihak-pihak yang secara umum diketahui kedzliman atau pelanggarannya terhadap
syariah. Dan syubhat semacam ini dapat berasal dari internal maupun eksternal.
Oleh karena itulah, kita diminta hati-hati dalam kesyubhatan
ini. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda, “Halal itu jelas dan
haram itu jelas, dan diantara keduanya ada perkara-perkara yang syubhat. Maka
barang siapa yang terjerumus dalam perkara yang syubhat, maka ia terjerumus
pada yang diharamkan…” (HR. Muslim)
7. Menjaga Ukhuwah Islamiyah
المراعاة بالأخوة الإسلامية
Aspek lain yang juga sangat penting diperhatikan
adalah masalah ukhuwah islamiyah antara sesama muslim. Jangan sampai dalam
bekerja atau berusaha melahirkan perpecahan di tengah-tengah kaum muslimin.
Rasulullah SAW sendiri mengemukakan tentang hal yang bersifat prefentif agar
tidak merusak ukhuwah Islamiyah di kalangan kaum muslimin. Beliau mengemukakan,
“Dan janganlah kalian membeli barang yang sudah dibeli saudara kalian”
Karena jika terjadi kontradiktif dari hadits di atas, tentu akan merenggangkan
juga ukhuwah Islamiyah diantara mereka; saling curiga, su’udzon dsb.
Bekerja merupakan
perbuatan yang sangat mulia dalam ajaran Islam. Rasulullah saw memberikan
pelajaran menarik tentang pentingnya bekerja. Dalam Islam bekerja bukan sekadar
memenuhi kebutuhan perut, tapi juga untuk memelihara harga diri dan martabat
kemanusiaan yang seharusnya dijunjung tinggi. Karenanya, bekerja dalam Islam
menempati posisi yang teramat mulia. Islam sangat menghargai orang yang bekerja
dengan tangannya sendiri.
Ketika seseorang merasa kelelahan atau capai setelah pulang bekerja, maka Allah
Swt mengampuni dosa-dosanya saat itu juga. Selain itu, orang yang bekerja,
berusaha untuk mendapatkan penghasilan dengan tangannya sendiri baik untuk
membiayai kebutuhannya sendiri ataupun kebutuhan anak dan isteri (jika sudah
berkeluarga), dalam Islam orang seperti ini dikategorikan jihad fi sabilillah.
Dengan demikian Islam memberikan apresiasi yang sangat tinggi bagi mereka yang
mau berusaha dengan sekuat tenaga dalam mencari nafkah (penghasilan).
Kerja juga berkait dengan martabat manusia. Seorang yang telah bekerja dan
bersungguh-sungguh dalam pekerjaannya akan bertambah martabat dan kemuliannya.
Sebaliknya, orang yang tidak bekerja alias menganggur, selain kehilangan
martabat dan harga diri di hadapan dirinya sendiri, juga di hadapan orang lain.
Jatuhnya harkat dan harga diri akan menjerumuskan manusia pada perbuatan hina.
Tindakan mengemis, merupakan kehinaan, baik di sisi manusia maupun di sisi
Allah SWT.
Bekerja dalam Islam akan mendapatkan pahala, kenapa? Jawabannya sederhana,
karena bekerja dalam konsep Islam merupakan kewajiban atau fardhu. Dalam kaidah
fiqh, orang yang menjalankan kewajiban akan mendapatkan pahala, sedangkan
mereka yang meninggalkannya akan terkena sanksi dosa. Tentang kewajiban
bekerja, Rasulullah bersabda, Mencari rezeki yang halal itu wajib sesudah
menunaikan yang fardhu (seperti shalat, puasa dan sebagainya), (HR ath-Thabrani
dan al-Baihaqi)
Akan tetapi perlu diingat bahwa yang dimaksud dalam hadits-hadits di atas
adalah orang yang bekerja sesuai dengan ajaran Islam. Bekerja pada jalur halal
dan bukan bekerja dengan pekerjaan yang diharamkan oleh Allah.
NOTE :
Banyak orang bekerja dengan otot dan otaknya, tapi ia lupa mengajak hatinya
untuk bekerja. Banyak orang mulai pekerjaan dengan niat yang ikhlas, tapi tidak
banyak di antara mereka yang bertahan dengan keikhlasannya. Berhati-hatilah,
karena impian tanpa keikhlasan akan menjelma menjadi ambisi yang merusak.
Padahal, ikhlas tidak ikhlas kita tetap bekerja, ikhlas tidak ikhlas kita tetap lelah, ikhlas tidak ikhlas kita tetap meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran, lalu kenapa kita tidak memilih untuk ikhlas saja? Orang ikhlas dengan yang tidak tetap mengorbankan hal yang sama tapi hasilnya berbeda. Jika kita melakukan kebaikan kepada manusia, berharaplah balasan dari Allah. Balasan Allah akan jauh lebih besar dari balasan manusia.
Padahal, ikhlas tidak ikhlas kita tetap bekerja, ikhlas tidak ikhlas kita tetap lelah, ikhlas tidak ikhlas kita tetap meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran, lalu kenapa kita tidak memilih untuk ikhlas saja? Orang ikhlas dengan yang tidak tetap mengorbankan hal yang sama tapi hasilnya berbeda. Jika kita melakukan kebaikan kepada manusia, berharaplah balasan dari Allah. Balasan Allah akan jauh lebih besar dari balasan manusia.
Tugas kita hanyalah bekerja dengan ketulusan dan kesungguhan, maka keberhasilan hanya masalah waktu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar