Pandangan Al-Quran tentang ilmu
dan teknologi dapat diketahui prinsip-prinsipnya dari analisis wahyu
pertama yang diterima oleh Nabi Muhammad saw .
Bacalah dengan (menyebut) nama
Tuhanmu Yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari ‘alaq. Bacalah,
dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah. Yang mengajar manusia dengan pena, mengajar
manusia apa yang tidak diketahuinya (QS Al-’Alaq [96]: 1-5).
Iqra’ terambil dari akar kata
yang berarti menghimpun. Dari menghimpun lahir aneka makna seperti
menyampaikan, menelaah, mendalami, meneliti, mengetahui ciri sesuatu, dan
membaca baik teks tertulis maupun tidak. Wahyu pertama itu tidak menjelaskan
apa yang harus dibaca, karena Al-Quran menghendaki umatnya membaca apa saja
selama bacaan tersebut bismi Rabbik, dalam arti bermanfaat untuk kemanusiaan.
Iqra’ berarti bacalah, telitilah, dalamilah, ketahuilah ciri-ciri sesuatu;
bacalah alam, tanda-tanda zaman, sejarah, maupun diri sendiri, yang tertulis
maupun yang tidak. Alhasil, objek perintah iqra’ mencakup segala sesuatu yang
dapat dijangkaunya.
Pengulangan perintah membaca
dalam wahyu pertama ini bukan sekadar menunjukkan bahwa kecakapan membaca tidak
akan diperoleh kecuali mengulang-ulang bacaan atau membaca hendaknya dilakukan
sampai mencapai batas maksimal kemampuan. Tetapi hal itu untuk mengisyaratkan
bahwa mengulang-ulang bacaan bismi Rabbik (demi Allah] akan menghasilkan
pengetahuan dan wawasan baru, walaupun yang dibaca masih itu-itu juga. Demikian
pesan yang dikandung Iqra’ wa rabbukal akram (Bacalah dan Tuhanmu Yang Maha
Pemurah).
Selanjutnya, dari wahyu pertama
Al-Quran diperoleh isyarat bahwa ada dua cara perolehan dan pengembangan ilmu,
yaitu Allah mengajar dengan pena yang telah diketahui manusia lain sebelumnya,
dan mengajar manusia (tanpa pena) yang belum diketahuinya. Cara pertama adalah
mengajar dengan alat atau atas dasar usaha manusia. Cara kedua dengan mengajar
tanpa alat dan tanpa usaha manusia. Walaupun berbeda, keduanya berasal dari
satu sumber, yaitu Allah SWT.
Setiap pengetahuan memiliki
subjek dan objek. Secara umum subjek dituntut peranannya untuk memahami objek.
Namun pengalaman ilmiah menunjukkan bahwa objek terkadang memperkenalkan diri
kepada subjek tanpa usaha sang subjek. Misalnya komet Halley yang memasuki
cakrawala hanya sejenak setiap 76 tahun. Pada kasus ini, walaupun para astronom
menyiapkan diri dengan peralatan mutakhirnya untuk mengamati dan mengenalnya,
sesungguhnya yang lebih berperan adalah kehadiran komet itu dalam
memperkenalkan diri.
Wahyu, ilham, intuisi, firasat
yang diperoleh manusia yang siap dan suci jiwanya, atau apa yang diduga sebagai
“kebetulan” yang dialami oleh ilmuwan yang tekun, semuanya tidak lain kecuali
bentuk-bentuk pengajaran Allah yang dapat dianalogikan dengan kasus komet di
atas. Itulah pengajaran tanpa qalam yang ditegaskan oleh wahyu pertama Al-Quran
tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar