Ketika ada orang yang bertanya
kepada kita, bagaimana jalan untuk menggapai surga, tentu kita akan menjawabnya
sesuai dengan tuntunan Rasulullah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi
wasallam. Beliau telah memberikan beberapa penjelasan, yang akan
menghantarkan kita menuju surga Allah subhanahu wata‘ala. Sebagaimana
dijelaskan dalam hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad sebagaimana
berikut:
أَفْشُوا السَّلَامَ، وَأَطْعِمُوا الطَّعَامَ، وَصِلُوا
الْأَرْحَامَ، وَصَلُّوا وَالنَّاسُ نِيَامٌ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ بِسَلَامٍ
Artinya: Sebarkan kedamaian,
berikan makanan, bersilaturrahimlah, shalatlah ketika orang-orang tidur, engkau
akan masuk surga dengan damai.
Pertama, orang yang
menghendaki untuk masuk surga adalah orang yang menebarkan salam, perdamaian
dan kasih sayang. Menebarkan perdamaian bisa diawali dengan member ucapan salam
kepada saudara kita, yaitu Assalamualaikum warahmatullahi wa barakatuh. Yang
artinya keselamatan, rahmat, dan berkah Allah subhanahu wata‘ala semoga
tercurahkan untukmu. Lazimnya ucapan salam ini akan dijawab oleh saudara kita
dengan jawaban wa’alaikumussalam warahmatullahi wa barakatuh yang artinya
bagimu keselamatan, rahmat dan berkah Allah subhanahu wata‘ala.
Ucapan tersebut tampak sepele, namun memiliki makna yang mendalam.
Imam an-Nawawi dalam Syarah Sahih
Muslim menjelaskan bahwa ucapan salam tidak sekadar kata-kata, namun mengandung
arti menebarkan perdamaian, kasih sayang dan kerukunan terhadap sesama, baik
kepada keluarga, tetangga, maupun terhadap sesama Muslim. Kata salam juga
menjadi kunci yang ampuh untuk menghilangkan permusuhan, kebencian, dan
kerenggangan di antara sesama. Karena itu, Islam sangat menganjurkan kita untuk
saling mengucapkan salam, tujuannya adalah mewujudkan kerukunan dan kedamaian,
dan menghilangkan kerenggangan dan permusuhan di antara sesama.
Hadits di atas memberikan
pelajaran kepada kita bahwa tidak diperkenankan bagi seorang Muslim untuk
membenci dan menghujat sesama Muslim, menyebarkan permusuhan, menebarkan ujaran
kebencian dan memutuskan tali persaudaraan. Karena menebarkan permusuhan adalah
ciri-ciri dari ajaran syaitan, sebagaimana dalam Al-Qur’an Surat al-Maidah ayat
91, syaitan memiliki tujuan menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara
sesama Muslim.
Kedua, jalan untuk
menggapai surga adalah memberikan makanan, Selain kita diwajibkan untuk
mengeluarkan nafkah untuk keluarga, atau mengeluarkan zakat atas harta, Nabi
menganjurkan kepada kita untuk bersedekah, terutama bagi orang-orang yang
membutuhkan. Mengapa memberikan makanan dapat menghantarkan kita menuju surga?
Karena orang yang senang memberikan makanan adalah orang yang dekat dengan
surga. Sebagaimana riwayat Imam Turmudzi dalam sunan Turmudzi Juz 3 halaman 407
disebutkan:
السَّخِيُّ قَرِيبٌ مِنَ اللَّهِ قَرِيبٌ مِنَ الجَنَّةِ
قَرِيبٌ مِنَ النَّاسِ بَعِيدٌ مِنَ النَّارِ
Artinya: “Orang dermawan itu
dekat dengan Allah, dekat dengan surga, dekat dengan manusia, dan jauh dari
neraka.”
Imam Al-Ghazali sebagaimana
dikutip oleh kitab Faidlul Qadir karya Muhammad al-Munawi, juz
4 halaman 138 menjelaskan, bahwa sikap dermawan merupakan buah dari cinta
akhirat, dan tidak berlebihan dalam mencintai dunia fana. Sikap dermawan tumbuh
dari penghayatan seseorang tentang iman dan tauhid kepada Allah subhanahu
wata‘ala. Sehingga muncul sikap tawakkal dan berserah diri kepada Allah,
secara otomatis muncul sikap percaya bahwa Allah adalah pemberi rezeki. Seorang
dermawan yakin bahwa orang berbuat baik dengan mensedekahkan sebagian hartanya,
Allah pasti akan menggantinya sepuluh kali lipat kebaikan. Berbeda dengan orang
yang bakhil, ia adalah orang yang terlalu cinta dunia dan ragu terhadap janji
Allah . Karena itu, tempat yang layak bagi seorang dermawan adalah surga,
sebaliknya tempat yang layak bagi orang bakhil adalah neraka.
Ketiga, menjalin
silaturrahim dan persaudaraan, walaupun hanya dengan ucapan salam. Dalam sebuah
riwayat Imam Hakim dalam Kitab Mustadrok Ala Shohihain Juz 2 halaman 563,
dengan sanad yang shahih Nabi bersabda:
ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ حَاسَبَهُ اللَّهُ حِسَابًا يَسِيرًا
وَأَدْخَلَهُ الْجَنَّةَ بِرَحْمَتِهِ قَالُوا: لِمَنْ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ:
تُعْطِي مَنْ حَرَمَكَ، وَتَعْفُو عَمَّنْ ظَلَمَكَ، وَتَصِلُ مَنْ قَطَعَكَ» قَالَ:
فَإِذَا فَعَلْتُ ذَلِكَ، فَمَا لِي يَا رَسُولَ اللهِ؟ قَالَ: أَنْ تُحَاسَبَ حِسَابًا
يَسِيرًا وَيُدْخِلَكَ اللَّهُ الْجَنَّةَ بِرَحْمَتِهِ
Artinya: Tiga hal yang menjadikan
seseorang akan dihisab Allah dengan mudah dan akan dimasukkan ke surga dengan
Rahmat-Nya. Sahabat bertanya, bagi siapa itu wahai Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam? Nabi bersabda: Engkau memberi orang yang menghalangimu,
engkau memaafkan orang yang mendzalimimu, dan engkau menjalin persaudaraan
dengan orang yang memutuskan silaturrahim denganmu. Sahabat bertanya, jika saya
melakukannya, apa yang saya dapat wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam? Nabi bersabda: engkau akan dihisab dengan hisab yang ringan dan
Allah akan memasukkanmu ke surga dengan rahmat-Nya.
Mengenai pentingnya silaturrahim,
terdapat sebuah cerita dari Imam Ashbihani yang termaktub dalam kitab Irsyadul
Ibad halaman 94, suatu ketika sahabat duduk di sisi Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wasallam, Kemudian Nabi bersabda: tidak boleh duduk dengan kami
orang yang memutuskan silaturrahim, kemudian seorang pemuda keluar dari
halaqoh, pemuda tersebut mendatangi bibinya untuk menyelesaikan sesuatu masalah
di antara keduanya, kemudian bibinya meminta maaf terhadap pemuda tersebut.
Setelah urusan selesai, pemuda kembali ke halaqoh, kemudian Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda: sesungguhnya rahmat Allah tidak akan turun
pada suatu kaum, yang di dalamnya terdapat orang yang memutuskan
persaudaraan.
Keempat,
menjalankan shalat malam ketika banyak orang telah tidur terlelap. Shalat malam
menjadi shalat yang spesial karena dilakukan di waktu banyak orang beristirahat
dan lalai dari berdzikir kepada Allah subhanahu wata‘ala. Shalat
malam juga menjadi indikasi seseorang jauh dari riya’ dan pamer dalam
beribadah, karena di waktu ini banyak orang beristirahat. Sehingga bagi orang
yang menjalankan ibadah di waktu malam mendapatkan ganjaran yang lebih,
terutama oleh Nabi disabdakan sebagai orang yang akan masuk surga dengan tanpa
kesulitan. Nabi juga bersabda: “Seutama-utama puasa setelah ramadhan adalah
puasa di bulan Muharram, dan seutama-utama shalat sesudah shalat wajib adalah
shalat malam.” (HR. Muslim No. 1163)
Menebarkan salam dan kedamaian,
memberikan makanan, menjalin persaudaraan, dan shalat malam adalah anjuran dari
Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, agar kitadapat
menggapai surga dengan tanpa kesulitan dan tanpa banyak rintangan. Jika kita
konsisten dan istiqamah dengan anjuran Nabi tersebut, Allah akan memberikan
kita pertolongan untuk mengerjakan kebaikan dan menjauhi perbuatan yang kurang
menyenangkan, sehingga di akhir hayat kita mendapatkan kematian yang husnul
khotimah. Allâhumma Âmîn.
Perlu diingat, Nabi yang telah
dijamin masuk surga oleh Allah subhanahu wata‘ala selalu giat dalam
beribadah kepada Allah subhanahu wata‘ala. Dalam kehidupan di tengah
masyarakat, Nabi selalu baik hati, riang dan sopan terhadap semua orang.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam selalu yang lebih duluan memberikan
salam, sekalipun kepada anak-anak dan para sahaya. Nabi selalu memberikan apa
yang dimiliki kepada para sahabatnya, walaupun beliau sendiri dalam keadaan
kekurangan. Nabi selalu bersilaturrahim dan memaafkan terhadap setiap orang,
walaupun terhadap orang yang pernah memusuhinya, dan Nabi selalu menjalankan
shalat malam, hingga kedua telapak kaki beliau membengkak. Semoga kita semua
dapat mencontoh prilaku dan ajaran Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi
wasallam.
Gegaran tumrap gesang bebrayan enggal punika salah satunggalipun kedaha nindakaken pakarti gangsal prekawis ingkang sinebat Malima. Malima ing mriki saking tembung mlumah, mengkurep, modot, mlebu lan metu.
BalasHapusMlumah, punika nglumahaken tangan, utawi kridaha lumahing asta tegesipun dados tiyang gesang wonten madyaning bebrayan agung punika aja seneng ngathung, utawi nggadhahi watak ingkang remen njagekaken dhateng pawewehing liyan. Punika pakarti ingkang boten sae.
Mengkurep, punika ngurepaken asta, tegesipun dados tiyang gesang wonten madyaning bebrayan agung punika senenga paweweh marang liyan sing tanpa pamrih. Senenga tetulung marang sapa wae sing mbutuhake pitulung, nanging aja nganti diweruhi dening wong akeh. Upama nindakake dana driyah, tangan tengen menehi dhuwit, paribasane tangan kiwa aja nganti weruh.
Modot, punika modot pikirane, modot nalare, tegesipun dados tiyang tumitah wonten ing alamdonya punika kedah tandah mbudidaya murih undhaking kawruh, dimen jembar wawasanipun.
Mlebu, tegesipun sadaya kawruh utawi tumindak ingkang lerekipun dhateng kasaenan, kedah katampi saha dipun lebetaken dhateng manah utawi sanubari, minangka dados gegebenganipun tiyang gesang bebrayan.
Metu, tegesipun sadaya kawruh utawi tumindak ingkang sae ingkang migunani dhumateng bebrayan agung, kedah dipun tularaken dhateng tiyang sanes.
Kajawi nindakaken Malima, resepipun bebrayan sae, punika kedah Dana ing tepa, Tepa ing rasa, saha Temen tobating rila.
Miturut ngendikanipun Ki. Sri Sadhono Among Rogo, Tepa ing rasa tegesipun tepa punika ukuran, rasa punika pangraos. Samukawis patrap lan makarti punika kedah manut raosipun piyambak. Menawi tumrap raosipun piyambak boten sakeca lan prayogi, sampun dipun cakaken dhateng tiyang sanes.
Dana ing tepa tegesipun raos pangraos makaten punika, kula aturi ngecakaken ing bebrayan agung, adatipun saged sumingkir saking watak srei, drengki, jahil, methakil, dahwen, panasten, kamiopen.
Temen tobating rila tegesipun kakung, kanthi temen tresna dhateng garwa, martobat sampun tuman rabi malih, rila legawa narima trusing batos garwa satunggal boten telas salamanipun, adatipun saged nyaketaken tresna bektinipun garwa Putri, semanten ugi, adatipun saged nyaketaken sih tresnanipun kakung.
Kajawi punika ugi kedah nindakaken Sacatur, inggih punika Sarupa, sajiwa, Sawanda lan Saekapraya.
Sarupa, tegesipun kekalihipun rumaos manawi garwanipun punika bagus/ayu piyambak.
Sajiwa, tegesipun kedah saged momong watak, satunggal-satunggalipun.
Sawanda, tegesipun adeging bebrayan, pamoring jiwa kekalih.
Saekapraya, tegesipun kedah jumurung dhateng karsa, cipta tuwin sedya ingkang sae lan utami.