Arsip Blog

Rabu, 28 Februari 2018

Aplikasi Islami Aswaja Diluncurkan di Play Store

Alhamdulillah, Nyantri Yuk Mobile App, sebuah aplikasi Islami berhaluan fahaman Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja) telah diluncurkan di Google Play Store. Nyantri Yuk Mobile App merupakan aplikasi perangkat bergerak (mobile device) berbasis sistem operasi Android yang menampilkan konten dan artikel Islami dari website Nyantri Yuk yang dikelola oleh Tim Tafaqquh Pondok Pesantren Riyadhul Jannah Surakarta, Jawa Tengah. Website Nyantri Yuk dapat diakses melalui browser di alamat http://www.nyantriyuk.id/.

Melalui aplikasi Nyantri Yuk Mobile App ini, para pengguna akan dimanjakan dengan berbagai informasi konten-konten Islami pilihan mulai dari konten berkategori Aqidah, Tasawuf, Bahtsul Masail, Kisah Hikmah, Tafsir Quran dan Hadits, Siroh, Fiqih dengan bermacam-macam sub-kategori seperti; Fiqih Thoharoh, Fiqih Sholat, Fiqih Puasa, Fiqih Zakat, Fiqih Haji dan Umroh, Fiiqih Nikah dan Warisan, Fiqih Kewanitaan, Fiqih Muamalah, Fiqih Jenazah, Fiqih Qurban dan Aqiqah, Fiqih Informasi sampai Fiqih Kuliner hingga Konsultasi Syariah Islam.
Salah satu fitur menarik dari aplikasi ini adalah Anda akan senantiasa mendapatkan informasi dan pemberitahuan update terkini pada setiap kali ada postingan terbaru yang dipublikasi di website Nyantri Yuk. Sehingga para penggunanya tidak akan ketinggalan informasi terbaru yang ada dalam website Nyantri Yuk tanpa harus mengunjungi langsung websitenya.

Fitur lain yang ada dalam aplikasi Nyantri Yuk Mobile App adalah fitur Baca Nanti (Read Later). Dengan fitur ini, Anda dapat menandai dan menyimpan setiap artikel yang ada untuk dibaca kemudian hari tanpa harus terhubung dengan koneksi data internet. Caranya, setelah Anda membuka artikel di aplikasi, Anda klik icon Baca Nanti (Read Later) yang bergambar seperti Jam yang terletak di bagian atas yang ada disamping icon Berbagi (Share). Setelah Anda mengklik icon Baca Nanti (Read Later), silahkan buka menu Tersimpan yang di dalamnya sudah memuat daftar artikel yang sudah Anda tandai tersebut. Anda dapat membaca artikel-artikel di menu Tersimpan tanpa harus menggunakan koneksi data internet.


Dasar Iman dan Islam

Iman didirikan di atas enam perkara:
1) Beritiqad (percaya) pada adanya Tuhan Allah ta’ala yang Esa.
2) Beritikad (percaya) pada adanya malaikat Allah Ta’ala.
3) Beritikad (percaya) pada adanya kitab-kitab Allah Ta’ala.
4) Beritikad (percaya) pada adanya utusan-utusan AllahTa’ala.
5) Beritikad (percaya) pada adanya hari kiamat
6) Beritikad (percaya) bahwa adanya baik dan buruk itu ciptaan Allah  Ta’ala.

Adapun dalil keenam dasar iman di atas ini ialah sabda Nabi kita Muhammad saw yang diriwayatkan oleh sahabat Umar ra. sebagai yang terkutip oleh Imam Nawawi di dalam kitab arbain,ketika Gusti Nabi Muhammad saw diminta menerangkan apakah iman itu? lantas beliau bersabda

 أن تؤمن بالله وملائكته وكتبه ورسله واليوم الأخر وتؤمن بالقدر خيره وشره

Berimanlah kamu kepada Allah dan malaikat-Nya dan kitab-kitab-Nya dan utusan-utusan-Nya dan hari Qiamat dan imanlah kamu pada kepastian Allah dalam baiknya dan buruknya.

Oleh karenanya, barang siapa yang beriman tetapi tidak berdasar pada enam hal tersebut, maka imannya tidak berguna dan tidak menghasilkan apa-apa kecuali berdiam selamanya di dalam siksa neraka.

Sedangkan Islam didasarkan pada lima perkara:

1) Mengucapkan dua kalimat syahadat yaitu 
أشهد أن لااله الاالله واشهد ان محمدا رسول الله
Aku ber-i’tikad bahwa sesungguhnya tiada Tuhan melainkan Allah, dan aku ber-I’tikad bahwa Nabi Muhmmad itu utusan Allah.
Bagi orang yang tidak bisa mengucapkan syahadat dengan bahasa arab maka cukuplah mengucap syahadat dengan bahasanya sendiri, asal saja artinya bersetuju dengan syahadat bahasa arab tersebut. Pada dasarnya kewajiban mengucap syahadat sebagai dasar Islam itu sekali selama hidup, asal saja sesudahnya tidak pernah murtad.

2. Mendirikan sembayang (shalat) lima waktu. perlu diingat bahwasannya sembayang (shalat) lima waktu inilah tanda keislaman yang kelihatan tiap-tiap hari, dan inilah yang kelihatan membedakan antara orang Islam dengan lain Islam, sebagaimana Gusti Nabi Muhammad SAW bersabda:

 العهد الذى بيننا وبين الكفر الصلاة فمن ترك الصلاة فقد كف

Menurut Imam Syafi’i sabda ini berartu, bahwa perjanjian yang membedakan antara kita orang Islam dan orang kufur ialah sembahyang (shalat), maka siapa orang yang meninggalkan sembahyang (shalat), maka sungguh ia adalah orang kufur: Menurut Imam Hambali bahwa orang yang sengaja meninggalkan sembahyang (shalat), niscaya ia menjadi kufur. Jadi apabila dia mati dalam keadaan tersebut, maka mayitnya tidak harus diurus secara Islam, artinya tidak dishalati atau dikubur di tanah kuburan Islam.

3) Dasar Islam yang ketiga ialah memberi zakat. Jangan lupa bahwa zakat itu ada ada beberapa bentuk; zakat fitrah, zakat tanaman (azzoeroe’), zakat mas dan perak, zakat hewan ternak (mawasyi), Zakat dagangan (tijaroh) dan lain sebagainya

4) Dasar yang ke empat yaitu puasa setiap bulan Ramadhan.

5) Dasar yang ke lima yaitu melaksanakan ibadah haji, apabila kuasa dan cukupnya bekal dan amanya perjalanan dan sempat waktunya. Haji yang wajib hanya sekali dalam seumur hidup. 
Adapun asal dalil lima dasar Islam tersebut ialah sabda Gusti Nabi Muhammad saw.  yang diriwayatkan oleh Sayyidina Umar r.a  sebagai terkutip oleh Imam Nanawi di dalam kitab arbain-nya begini bunyinya:

 الاسلام أن تشهد ان لااله الاالله وان محمدا رسول الله وتقيم الصلاة وتؤتى الزكاة وتصوم رمضان وتحج البيت ان استطعت اليه 
سبيلا

Bahwa islam harus bersyahadatlah kalian, sesungguhnya tiada Tuhan selain Allah dan sesungguhnya Muhammad itu utusan Allah, dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat dan puasalah kamu di bulan Ramadhan dan hajilah ke Baitullah jikalau kuasa perjalanan


Ilmu dan Teknologi Menurut Islam


Pandangan Al-Quran tentang ilmu dan teknologi dapat diketahui prinsip-prinsipnya dari analisis wahyu pertama yang diterima oleh Nabi Muhammad saw .

Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari ‘alaq. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha Pemurah. Yang mengajar manusia dengan pena, mengajar manusia apa yang tidak diketahuinya (QS Al-’Alaq [96]: 1-5).

Iqra’ terambil dari akar kata yang berarti menghimpun. Dari menghimpun lahir aneka makna seperti menyampaikan, menelaah, mendalami, meneliti, mengetahui ciri sesuatu, dan membaca baik teks tertulis maupun tidak. Wahyu pertama itu tidak menjelaskan apa yang harus dibaca, karena Al-Quran menghendaki umatnya membaca apa saja selama bacaan tersebut bismi Rabbik, dalam arti bermanfaat untuk kemanusiaan. Iqra’ berarti bacalah, telitilah, dalamilah, ketahuilah ciri-ciri sesuatu; bacalah alam, tanda-tanda zaman, sejarah, maupun diri sendiri, yang tertulis maupun yang tidak. Alhasil, objek perintah iqra’ mencakup segala sesuatu yang dapat dijangkaunya.

Pengulangan perintah membaca dalam wahyu pertama ini bukan sekadar menunjukkan bahwa kecakapan membaca tidak akan diperoleh kecuali mengulang-ulang bacaan atau membaca hendaknya dilakukan sampai mencapai batas maksimal kemampuan. Tetapi hal itu untuk mengisyaratkan bahwa mengulang-ulang bacaan bismi Rabbik (demi Allah] akan menghasilkan pengetahuan dan wawasan baru, walaupun yang dibaca masih itu-itu juga. Demikian pesan yang dikandung Iqra’ wa rabbukal akram (Bacalah dan Tuhanmu Yang Maha Pemurah).

Selanjutnya, dari wahyu pertama Al-Quran diperoleh isyarat bahwa ada dua cara perolehan dan pengembangan ilmu, yaitu Allah mengajar dengan pena yang telah diketahui manusia lain sebelumnya, dan mengajar manusia (tanpa pena) yang belum diketahuinya. Cara pertama adalah mengajar dengan alat atau atas dasar usaha manusia. Cara kedua dengan mengajar tanpa alat dan tanpa usaha manusia. Walaupun berbeda, keduanya berasal dari satu sumber, yaitu Allah SWT.

Setiap pengetahuan memiliki subjek dan objek. Secara umum subjek dituntut peranannya untuk memahami objek. Namun pengalaman ilmiah menunjukkan bahwa objek terkadang memperkenalkan diri kepada subjek tanpa usaha sang subjek. Misalnya komet Halley yang memasuki cakrawala hanya sejenak setiap 76 tahun. Pada kasus ini, walaupun para astronom menyiapkan diri dengan peralatan mutakhirnya untuk mengamati dan mengenalnya, sesungguhnya yang lebih berperan adalah kehadiran komet itu dalam memperkenalkan diri.

Wahyu, ilham, intuisi, firasat yang diperoleh manusia yang siap dan suci jiwanya, atau apa yang diduga sebagai “kebetulan” yang dialami oleh ilmuwan yang tekun, semuanya tidak lain kecuali bentuk-bentuk pengajaran Allah yang dapat dianalogikan dengan kasus komet di atas. Itulah pengajaran tanpa qalam yang ditegaskan oleh wahyu pertama Al-Quran tersebut.



Selasa, 27 Februari 2018

Ngabar ( Ngaji Bareng ) #2

Untuk sampai pada NGAJI ROSO haruslah melewati beberapa tahapan berikut : 

SYARIAT : Dimana manusia sejak dilahirkan dan setelah mampu berbicara serta menulis dan mengenal sahabat tentulah akan mengenal agama pula dari saat kecil inilah dipelajari oleh orang tua tentang agama ataupun pengetahuan lainnya dari sinilah akan dipelajari tentang berbuat baik terhadap sesame, puasa, sholat, dzikir dan syariat seperti inilah akan selalu diterapkan sampai sekarang.

TOREKOT : Bacaan yang selalu dilanggengkan dalam rangka untuk mendekatkan diri pada Allah dan biasanya disebut dengan dzikir untuk waktu biasanya lebih afdol jam 12 malam sampai selesai tujuan dzikir ini tentulah untuk menciptakan ketenangan hati dan jiwa tentu agar segala hajat terlaksana pula. 

HAKIKAT /NGAJI ROSO : Pengkajian suatu ilmu yang didasarkan pada perbaikan sifat-sifat manusia untuk dikembalikan agar menjadi suci (dari sifat buruk menjadi baik), untuk menggali ilmu hakikat ini tentulah akan mengalami kesulitan karena hati dan ucapan haruslah sama (kejujuran lahir dan batin), harus mampu mengendalikan hawa nafsu, jangan membenci ataupun menyakiti hati orang lain. 

MA'RIFAT : Merupakan ilmu yang dinanti setiap manusia yang sedang mempelajari ilmu Allah didalam ilmu ma'rifat inilah akan selalu mendapat petunjuk dari Allah tentang masalah yang belum mampu dipecahkan, petunjuk itu pun bisa lewat mimpi, ghoib atau manusia tentu semua atas kehendak Allah, ilmu ma'rifat ini tentulah jarang mampu didapatkan karena harus benar-benar melewati SYARIAT, TOREKOT, HAKIKAT jika kalian telah mampu melewati ketiga ini Insya Allah Ma'rifat mu akan terbuka karena Allah.

ILMU KUN : Mengandung makna doa sekejap mata, dari ilmu inilah mungkin akan sangat sulit sekali kecuali para nabi dan para wali saja yang mempunyai ILMU KUN, karena didalam ILMU KUN ini akan menjadi pembantahan bagi manusia yang tidak mengenal TUHAN tanpa segan-segan akan menyebut SIHIR dari sinilah bagi manusia beriman akan diberi ujian percayakah dengan mu'jizat yang dimiliki para nabi dan karomah yang dimiliki para wali jika kamu tidak mempercayainya brarti kamu ingkar pada ALLAH S.W.T. Tetapi jika kamu mempercayainya maka berbahagialah dan kamu pun harus selalu minta petunjuk pada ALLAH S.W.T. Agar kamu pun mampu mengetahui mana jalan yang akan menuntunmu pada jalan kebaikan tetapi ingat jika kamu ingin memperoleh petunjuk dari ALLAH S.W.T. Maka perangilah hawa nafsumu terdahulu dengan berpuasa dan mulut harus dikunci (berbicara yang baik-baik) untuk menghindari perkataan dusta.

*** JADIKAN segala tingkah lakumu sebagai pembuat jalan masa depanmu jangan pula kamu berputus asa didalam menggapai cita-citamu yakinlah akan pertolongan Allah karena kepada Dialah segala problem beratmu dapat terselesaikan sehingga hidupmu akan selalu terarah dengan masa depan yang gemilang jangan pernah kamu lupa akan matimu perbanyak segala amal-amal kebaikan selama di dunia sebagai bekal akhirat nanti karena manusia hidup hanyalah untuk selalu taat akan perintah Allah jika kamu melakukan dengan baik maka Allah akan memberikan kejutan besar bagimu cepat ataupun lambat yang akan membuatmu bahagia sepanjang masa lakukan dengan penuh istiqomah dan yakinlah bahwa Allah bersamamu jangan pernah mengeluh akan nasibmu tapi pasrahkan dengan ikhlas atas segala perjalanan hidupmu yang terkadang membuat kamu terjatuh namun percayalah semua itu tidak selamanya dan Allah yang akan mengobati segala luka hatimu kepada Dialah segala apa yang terjadi padamu dapat terselesaikan dengan catatan serahkan dengan iklas agar kamupun memperoleh titik penyelesaian yang cepat, tidak ada kekuatan yang dapat mampu mengalahkan kekuatan Allah karena Dialah ALLAH MAHA SEGALA-GALANYA PENCIPTA ALAM SEMESTA INI sedangkan manusia hanyalah selalu mengharap agar hajat dapat terkabul baik di dunia maupun akhirat.

"YA ALLAH YA ROBBI AMPUNI SEGALA DOSA-DOSAKU JADIKANLAH KEDUA TANGANKU YANG DAPAT MEMBERIKAN MANFAAT BAGI SIAPA SAJA  DAN BERILAH HAMBAMU SIFAT-SIFAT SEPERTI YANG DIMILIKI ROSULULLOH JUJUR,TABLIGH,AMANAH,FATONAH SEMOGA HAJATKU TERKABUL. AMIIN"

Ngabar ( Ngaji Bareng ) #1

Ngabar alias Ngaji Bareng, adalah paguyuban kecil kami sebagai wahana berkumpul dan saling membagi ilmu. Dalam keluarga kecil ini kami berharap dapat membantu masing-masing dari untuk menemukan jati diri bawasanya siapa kita dihadapan Allah sang pencipta.
Belajar ngaji dengan perlahan, seplintir demi seplintir seikat demi seikat dengan perlahan pasti pada akhirnya akan mendapat sebuah kebaikan yang besar demikian pula dengan belajar ilmu rasa menuju Allah kalaulah digali mulai dari yang termudah hingga yang tersulit maka akan sampai pula pada tujuan yang sebenarnya yaitu NGAJI ROSO dimana para manusia di bumi akanlah terasa sulit untuk menggali ilmu rasa dihati karena harus didasarkan dari 3 unsur : 

Kejujuran : Jujur memang kelihatan pahit jika diucap apalagi manusia akan lebih asyik dan tidak beresiko jika mengucap kebohongan tetapi sebenarnya kebohongan akan menjadi malapetaka bagi dirinya karena kebohongan yang dilakukan secara terus menerus maka ALLAH S.W.T. Akan menghukum selama di dunia, berbeda dengan kejujuran karena jika hati dan ucapanmu jujur maka kamupun akan memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat memang kalau belum belajar jujur akan terasa sakit jika diucapkan sebenarnya itu bisikan syetan saja sehingga kamu pun akan lebih senang jika berbohong hati dan ucapanmu pun tidak sama yang menyebabkanmu akan lebih sakit dan menderita sepanjang masa 

Keikhlasan : keiklasan hati seorang manusia hanya ALLAH yang mengetahuinya akan tetapi keikhlasan itu sebenarnya dapat dirasakan sendiri, contoh kecil saja : jika kamu didatangi seorang pengemis, tentu kamu pun akan mengeluarkan dompet kamu dan disitulah kamu akan mencari nilai yang paling kecil jika tidak ada maka kamupun tidak memberikannya? Ini menandakan kamu belum ikhlas bersedekah padahal jika kamu memberi sedekah maka ALLAH S.W.T. akan memberikan rejeki yang berlipat-lipat itulah makna sebuah keikhlasan begitu pun dengan doa yang kamu bacakan tiap hari haruslah disertai keikhlasan jangan hanya mengeluh saja kalau cuma mengeluh saja kamu justru akan tambah penderitaan. 
Bagaimana untuk memberi sedekah yang benar-benar tepat sasaran karena takutnya malah orang yang mampu yang diberi sedekah, itupun jangan menjadikan kamu bingung iklaskan disaat kamu bersedekah.

Kesabaran : Kesabaran merupakan puncak dari mengendalikan hawa nafsu sendiri dan apakah mampu mengendalikan diri atau malah sebaliknya tidak mampu mengendalikan hawa nafsu sehingga hidupmu menebar angkara murka dipuncak inilah segala ilmu rasa akan mampu dilihat seberapa besar kekuatanmu didalam melatih kesabaran dan harus diterapkan dihatimu "DI POYOK AJA JENGKEL DI ALEM AJA BUNGA (Di hina jangan marah disanjung jangan bangga) tentu ini harus dijadikan pegangan buat kehidupanmu agar NGAJI ROSO yang kamu pelajari akan cepat kamu pahami dan dapat dirasakan manfaatnya. 
Ingatlah bahwa jika kamu sakit saat dicubit maka janganlah kamu menyubit orang lain mungkin ini yang harus kamu terapkan didalam kehidupanmu agar kamu memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat, memang terkadang hidup akanlah terasa sulit untuk mengkaji ilmu rasa jika tidak ditemukannya rasa pengendalian diri didalam hati dan jiwanya tetapi dengan kamu berpuasa serta menerapkan setiap apa yang terkandung didalam agama dengan kasih sayang dan kedamaian maka kamupun akan mudah mempelajari semua itu. 

BERSAMBUNG...



Meneladani kerendahan hati Rasulullah

Rasulullah SAW sebagaimana dikisahkan dalam Kitab Maulid Al-Barzanji, karya Syaikh Ja’far bin Husin bin Abdul Karim bin Muhammad Al-Barzanji, adalah sosok yang sangat rendah hati atau tawadhu’. Hal ini dapat ditemukan pada halaman 123 sebagaimana kutipan berikut:

وَكَانَ صَلى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَدِيْدَ اْلحَيَاءِوَالتَّوَاضُعِ

Artinya: "Rasulullah SAW adalah sangat pemalu (memiliki rasa malu dan rasa bersalah) dan sangat tawadhu’." 
Kerendahan hati Rasulullah SAW tercermin dalam banyak hal, antara lain adalah: 1. Ketika pada suatu hari beliau tidak besedia barang belanjaannya di pasar dibawakan pulang oleh Abu Hurairah, 2. Ketika beliau mempersilakan para sabahat berjalan di depan mendahului beliau, dan 3. Ketika beliau mendahului beruluk salam ketika bertemu dengan para sahabat. 
Ketika pada suatu hari Rasulullah SAW membeli barang-barang di pasar, di sana ada Abu Hurairah yang juga sedang ada keperluan. Ketika Rasulullah SAW telah mendapatkan barang-barang yang dibutuhkan dan hendak pulang, saat itu juga Abu Hurairah bermaksud membawakan barang-barang belanjaan milik beliau yang tentu saja dalam rangka memuliakan beliau. Rasulullah SAW ternyata tidak berkenan Abu Hurairah bermaksud seperti itu. Kepada Abu Hurairah, Rasulullah SAW mengatakan: 

صَاحِبُ الشَّيْءِ أَحَقُّ بِشَيْئِهِ أَنْ يَحْمِلَهُ

Artinya: "Pemilik sesuatu barang lebih berhak (pantas) membawa barang miliknya. "
Tidak berkenannya Rasulullah SAW terhadap Abu Hurairah membawakan barang-barang beliau menunjukkan bahwa beliau bukanlah sosok yang sangat suka dimuliakan orang lain, atau dalam istilah sekarang “gila hormat”. Beliau menolak ketika akan diperlakukan istimewa yang berbeda dari umumnya orang, padahal beliau adalah seorang nabi sekaligus rasul yang paling mulia diantara semua nabi dan rasul di sisi Allah. Penolakan itu menunjukkan bukti bahwa beliau memang orang yang sangat rendah hati sehingga tidak merasa martabatnya turun hanya karena membawa barang-barang sendiri, dan bukannya dibawakan orang lain.  
Bukti lain yang menunjukkan Rasulullah SAW tidak gila hormat adalah sebagaimana dikisahkan dalam kitab Maulid Al-Barzanji, halaman 123. sebagaimana kutipan berikut:

يَمْشِيْ خَلْفَ أَصْحَابِهِ وَيَقُوْلُ خَلُوْا ظَهْرِيْ لِلْمَلَائِكَةِ الرُّوْحَانِيَّةِ

Artinya: “Nabi Muhamamd SAW berjalan di belakang para sahabatnya, dan berkata pada mereka, ‘Biarkan di belakangku malaikat saja yang tidak kelihatan’.”
Dari kisah ini kita tahu para sahabat berjalan mendahului beliau sehingga mereka membelakangi. Rasulullah SAW tidak mencap kesediaan mereka mendahuli beliau sebagai su’ul adab.  Ketika para sahabat berjalan di depan beliau, kesan yang tampak kemudian Rasulullah SAW seperti tidak lebih penting atau terhornat dari pada para sahabat. Di sinilah kerendahan hati beliau yang sulit dibantah. 
Tetapi dari sisi lain dalam konteks keamanan, ada hikmah dibalik perisitiwa itu, yakni sebagai seseorang pemimpim beliau sedang memberikan contoh bahwa seorang pemimpin tidak selalu harus berada di depan terutama ketika ancaman musuh berasal dari belakang. Ancaman atau bahaya yang datangnya dari arah depan tentu dapat diintisipasi sendiri oleh para sahabat karena mata mereka (dan juga mata kita tentunya) berada di depan. 
Sedangkan kemungkinan adanya ancaman kepada Rasululullah SAW yang datangnya dari belakang, beliau memasrahkan hal itu kepada Allah semata dengan meyakini di belakang beliau ada malaikat yang sudah pasti sangat halus sehingga tidak tampak. 
Bukti lain lagi, adalah beliau lebih suka mendahului beruluk salam dari pada didahului sebagaimana dikisahkan dalam Kitab Maulid Al-Barzanji, masih di halaman 123, sebagaimana kutipan berikut: 

وَيَبْدَؤُ مَنْ لَقِيَهُ بِالسَّلَامِ

Artinya: “Beliau mendahului beruluk salam ketika bertemu dengan siapapun.”
Kisah ini menunjukkan bahwa Rasululllah SAW lebih suka mendahului memuliakan orang lain. Padahal aturan secara umum sudah jelas sebagimana disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim, bahwa:
1. Yang kecil memberi salam kepada yang besar.
2. Yang berjalan kepada yang duduk.
3. Yang sedikit kepada yang banyak.
4. Yang berkendaraan kepada yang berjalan kaki. 
Tetapi Rasulullah SAW pada kenyataannya lebih suka mendahului beruluk salam dari pada didahului. Padahal sewajarnya apabila Rasulullah didahului dalam beruluk salam dari pada mendahului karena posisi beliau sebagai pimpinan umat yang tentu lebih tinggi dari pada umatnya. 
Tetapi Rasulullah tentu saja tidak salah dalam hal ini karena pada kesempatan lain Rasulullah SAW bersabda bahwa mendahului uluk salam itu lebih baik dari pada didahului sebagaimana diriwayatkan Abu Dawud dan Ahmad. Dalam hadits lain yang diriwayatkan Imam Baihaqi, Rasulullah SAW bersabda bahwa mendahului beruluk salam dapat menghilangkan takabur. 
Dari ketiga bukti itu saja, sudah cukup kuat untuk menarik kesimpulan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah sosok yang sangat rendah hati sebagaimana dikisahkan dalam Kitab Maulid Al-Barzanji ini. Bukti-bukti lain tentu masih sangat banyak baik sebagaimana dikisahkan dalam kitab ini maupun dalam kitab-kitab lainnya. 
Mudah-mudahan kita semua dapat meneladani Rasulullah SAW dalam hal kerendahan hati apapun kedudukan kita dalam kehidupan kita sehari-hari di masyarakat. Kerendahan hati tidak pernah membuat kita jadi rendah. Justru yang terjadi Allah akan mengangkat derajat kita di sisi-Nya. Sekali lagi, mudah-mudahan Allah SWT memudahkan kita meneladani beliau. Amin ya rabbal alamin


Konsep Kepemimpinan Nabi Muhammad

Tentu sebagai umatnya kita bertanya-tanya, apa gerangan yang menjadi kunci sukses kepemimpinan Nabi dalam setiap lini kehidupan yang beliau pimpin. ?Mungkinkah kita bisa meniru ataupun mengambil pelajaran dari konsep-konsep kepemimpinan beliau untuk kita terapkan di zaman sekarang. ? Inilah beberapa hal yang akan kita bahas dalam khutbah sederhana pada Jum’at kali ini. Khatib mencoba merumuskan konsep kepemimpinan beliau kepada dua poin utama, yaitu:

Pertama, Nabi selalu menyesuaikan teori kepemimpinan yang beliau sampaikan dengan tindak-tanduknya sehari-hari. Hal ini berbeda dengan sebagian kita yang mungkin sangat ahli dalam menciptakan teori-teori kepemimpinan, namun kurang maksimal dalam hal penerapannya. Salah satu konsep kepemimpinan yang beliau canangkan adalah konsep kesadaran pribadi sebagai seorang pemimpin. Seorang pemimpin harus sadar dan tahu diri kalau dia adalah seorang pemimpin, karena selama ini banyak orang yang tidak sadar kalau dia adalah seorang leader yang mempunyai tugas dan tanggungjawab kepada hal yang dipimpinnya. 

Pertanyaannya sekarang adalah, siapa pemimpin itu? Jawabannya adalah kita semua, semua kita adalah pemimpin sebagaimana sabda Nabi dalam sebuah haditsnya yang bersumber dari Ibnu Umar dan Sayyidah Aisyah sebagai berikut:

كُلُّكُمْ رَاعٍ وَ كُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالْإِمَامُ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِوَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي أَهْلِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِي بَيْتِزَوْجِهَا وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا وَالْخَادِمُ رَاعٍ فِي مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌعَنْ رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي مَالِ أَبِيْهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

Artinya: “Masing-masing kalian adalah pemimpin dan akan ditanya tentang kepemimpinannya. Seorang imam (kepala negara) adalah pemimpin dan akan ditanyai tentang kepemimpinannya. Seorang laki-laki adalah pemimpin dalam keluarganya dan akan ditanyai tentang kepemimpinannya. Setiap perempuan adalah pemimpin di rumah suaminya dan akan ditanyai tentang kepemimpinannya. Setiap asisten rumah tangga adalah pemimpin pada harta majikannya dan akan ditanyai tentang kepemimpinannya. Setiap laki-laki juga pemimpin pada harta orangtuanya dan akan ditanya tentang kepemimpinannya. Setiap kalian adalah pemimpin dan akan ditanya tentang kepemimpinannya. (HR al-Bukhari dan Muslim)

Dari potongan hadits ini dapat kita pahami bahwa kesadaran akan kepemimpinan diri menjadi modal utama kesuksesan seseorang dalam bidang yang dia pimpin. Terkadang seorang pemimpin berbuat sesuka hati tanpa sadar kalau nanti di hari kiamat dia akan ditanyai secara detail terkait apa yang dia lakukan terhadap wilayah yang dia pimpin. Semakin besar lini yang seseorang pimpin maka semakin besar juga tanggungjawab yang harus dia pikul nantinya di akhirat. Hal ini berlaku dalam urusan agama, pemerintahan, dan keluarga. 

Seorang tokoh agama akan ditanya tentang sejauh mana ajaran agama yang disampaikannya dia praktekkan dalam kehidupan sehari-harinya, karena seorang ulama adalah pemimpin bagi umatnya. Seorang kepala negara/kepala kantor/kepala bidang dan yang sejenisnya juga akan ditanya tentang kebijakan-kebijakan yang dia ambil dalam setiap program ataupun proyek yang dia canangkan buat masyarakat. Begitu juga seorang suami akan mempertanggungjawabkan kondisi anak dan istrinya di hari kiamat kelak di hadapan mahkamah Allah SWT. 
Nah di sinilah penerapan Surat Al-Nisa ayat ke-59 yang berbunyi:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْتَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِالْآخِرِ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kalian. Kemudian jika kalian berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” 

Para ulama tafsir mengatakan bahwa seorang pemimpin harus ditaati oleh rakyatnya selama sang pemimpin juga mematuhi ajaran-ajaran Allah dan Rasul-Nya. Itulah makanya pada ayat tersebut lafadz athi’u hanya diulang sebanyak dua kali saja, yaitu athiu Allah wa Athi’u al-Rasul, tidak ada redaksi athi’u ulil amri yang mengindikasikan bahwa ketaatan kepada pemimpin harus didasarkan kepada ketaatan kepada Al-Qur’an dan Sunah Nabi Muhammad SAW. Berdasarkan hal ini jugalah para ulama menetapkan sebuah kaidah la tha’ata fi ma’shiyati-Llah (tidak ada ketaatan kepada pemimpin dalam hal memaksiati Allah SWT). 

Kedua, Nabi selalu memutuskan semua perkara yang beliau hadapi dengan jalan musyawarah dan mufakat. Hal itu beliau lakukan karena mematuhi perintah Allah SWT sendiri sebagaimana yang tercantum dalam Surat Ali ‘Imran ayat ke-159 yang berbunyi:

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ، وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لَانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ،فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ وَشَاوِرْهُمْ فِي الْأَمْرِ، فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَىاللَّهِ، إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ

Artinya: Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya. 

Begitu juga dengan firman Allah SWT dalam Surat al-Syura ayat ke-38 di mana Allah menyebutkan bahwa di antara orang yang mematuhi perintah-Nya adalah orang-orang yang selalu memusyawarahkan segala urusan yang mereka hadapi secara bersama-sama. Hal ini secara tidak langsung hendak menyinggung para pemimpin yang hanya mementingkan urusan pribadinya saja. Mengambil kebijakan tanpa mempertimbangkan kemaslahatan umum dan orang banyak. Sehingga keputusannya tidak mendamaikan semua anggota yang berada di bawah kepemimpinannya. 

Ajaran musyawarah ini Nabi terapkan dalam segala urusan yang beliau pimpin, baik agama, masyarakat maupun keluarga. Beliau juga tidak mengenal kasta bawahan dan atasan dalam kepemimpinannya. Setiap orang diposisikan sama dan mempunyai kesempatan yang sama pula dalam memberikan usulan dan pendapat dalam persoalan apapun, selama sesuai dengan aturan dan pedoman yang berlaku. Satu lagi yang terpenting adalah Nabi memanggil bawahan beliau sebagai sahabat, bukan sebagai bawahan yang bisa diperlakukan sesuka hatinya saja. 

Dari uraian singkat di atas, dapatlah kita simpulkan bahwa dua kunci sukses yang diajarkan Nabi dalam kehidupan ini, baik dalam agama, masyarakat, dan keluarga adalah menyadari kalau setiap kita adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan mempertanggungjawabkan kepemimpinannya di mahkamah Allah di akhirat kelak. Kemudian memutuskan persoalan secara bersama-sama dengan mempertimbangkan kemaslahatan bersama dan tidak mengkotak-kotakan manusia ke dalam istilah bawahan dan atasan. Allahu A’lam.

Empat Anjuran Rasulullah untuk Menggapai Surga

Ketika ada orang yang bertanya kepada kita, bagaimana jalan untuk menggapai surga, tentu kita akan menjawabnya sesuai dengan tuntunan Rasulullah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau telah memberikan beberapa penjelasan, yang akan menghantarkan kita menuju surga Allah subhanahu wata‘ala. Sebagaimana dijelaskan dalam hadits shahih yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad sebagaimana berikut:

أَفْشُوا السَّلَامَ، وَأَطْعِمُوا الطَّعَامَ، وَصِلُوا الْأَرْحَامَ، وَصَلُّوا وَالنَّاسُ نِيَامٌ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ بِسَلَامٍ 

Artinya: Sebarkan kedamaian, berikan makanan, bersilaturrahimlah, shalatlah ketika orang-orang tidur, engkau akan masuk surga dengan damai. 

Pertama, orang yang menghendaki untuk masuk surga adalah orang yang menebarkan salam, perdamaian dan kasih sayang. Menebarkan perdamaian bisa diawali dengan member ucapan salam kepada saudara kita, yaitu Assalamualaikum warahmatullahi wa barakatuh. Yang artinya keselamatan, rahmat, dan berkah Allah subhanahu wata‘ala semoga tercurahkan untukmu. Lazimnya ucapan salam ini akan dijawab oleh saudara kita dengan jawaban wa’alaikumussalam warahmatullahi wa barakatuh yang artinya bagimu keselamatan, rahmat dan berkah Allah subhanahu wata‘ala. Ucapan tersebut tampak sepele, namun memiliki makna yang mendalam.
Imam an-Nawawi dalam Syarah Sahih Muslim menjelaskan bahwa ucapan salam tidak sekadar kata-kata, namun mengandung arti menebarkan perdamaian, kasih sayang dan kerukunan terhadap sesama, baik kepada keluarga, tetangga, maupun terhadap sesama Muslim. Kata salam juga menjadi kunci yang ampuh untuk menghilangkan permusuhan, kebencian, dan kerenggangan di antara sesama. Karena itu, Islam sangat menganjurkan kita untuk saling mengucapkan salam, tujuannya adalah mewujudkan kerukunan dan kedamaian, dan menghilangkan kerenggangan dan permusuhan di antara sesama. 

Hadits di atas memberikan pelajaran kepada kita bahwa tidak diperkenankan bagi seorang Muslim untuk membenci dan menghujat sesama Muslim, menyebarkan permusuhan, menebarkan ujaran kebencian dan memutuskan tali persaudaraan. Karena menebarkan permusuhan adalah ciri-ciri dari ajaran syaitan, sebagaimana dalam Al-Qur’an Surat al-Maidah ayat 91, syaitan memiliki tujuan menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara sesama Muslim.

Kedua, jalan untuk menggapai surga adalah memberikan makanan, Selain kita diwajibkan untuk mengeluarkan nafkah untuk keluarga, atau mengeluarkan zakat atas harta, Nabi menganjurkan kepada kita untuk bersedekah, terutama bagi orang-orang yang membutuhkan. Mengapa memberikan makanan dapat menghantarkan kita menuju surga? Karena orang yang senang memberikan makanan adalah orang yang dekat dengan surga. Sebagaimana riwayat Imam Turmudzi dalam sunan Turmudzi Juz 3 halaman 407 disebutkan:

السَّخِيُّ قَرِيبٌ مِنَ اللَّهِ قَرِيبٌ مِنَ الجَنَّةِ قَرِيبٌ مِنَ النَّاسِ بَعِيدٌ مِنَ النَّارِ

Artinya: “Orang dermawan itu dekat dengan Allah, dekat dengan surga, dekat dengan manusia, dan jauh dari neraka.”
Imam Al-Ghazali sebagaimana dikutip oleh kitab Faidlul Qadir karya Muhammad al-Munawi, juz 4 halaman 138 menjelaskan, bahwa sikap dermawan merupakan buah dari cinta akhirat, dan tidak berlebihan dalam mencintai dunia fana. Sikap dermawan tumbuh dari penghayatan seseorang tentang iman dan tauhid kepada Allah subhanahu wata‘ala. Sehingga muncul sikap tawakkal dan berserah diri kepada Allah, secara otomatis muncul sikap percaya bahwa Allah adalah pemberi rezeki. Seorang dermawan yakin bahwa orang berbuat baik dengan mensedekahkan sebagian hartanya, Allah pasti akan menggantinya sepuluh kali lipat kebaikan. Berbeda dengan orang yang bakhil, ia adalah orang yang terlalu cinta dunia dan ragu terhadap janji Allah . Karena itu, tempat yang layak bagi seorang dermawan adalah surga, sebaliknya tempat yang layak bagi orang bakhil adalah neraka.

Ketiga, menjalin silaturrahim dan persaudaraan, walaupun hanya dengan ucapan salam. Dalam sebuah riwayat Imam Hakim dalam Kitab Mustadrok Ala Shohihain Juz 2 halaman 563, dengan sanad yang shahih Nabi bersabda:

ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ حَاسَبَهُ اللَّهُ حِسَابًا يَسِيرًا وَأَدْخَلَهُ الْجَنَّةَ بِرَحْمَتِهِ قَالُوا: لِمَنْ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: تُعْطِي مَنْ حَرَمَكَ، وَتَعْفُو عَمَّنْ ظَلَمَكَ، وَتَصِلُ مَنْ قَطَعَكَ» قَالَ: فَإِذَا فَعَلْتُ ذَلِكَ، فَمَا لِي يَا رَسُولَ اللهِ؟ قَالَ: أَنْ تُحَاسَبَ حِسَابًا يَسِيرًا وَيُدْخِلَكَ اللَّهُ الْجَنَّةَ بِرَحْمَتِهِ

Artinya: Tiga hal yang menjadikan seseorang akan dihisab Allah dengan mudah dan akan dimasukkan ke surga dengan Rahmat-Nya. Sahabat bertanya, bagi siapa itu wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam? Nabi bersabda: Engkau memberi orang yang menghalangimu, engkau memaafkan orang yang mendzalimimu, dan engkau menjalin persaudaraan dengan orang yang memutuskan silaturrahim denganmu. Sahabat bertanya, jika saya melakukannya, apa yang saya dapat wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam? Nabi bersabda: engkau akan dihisab dengan hisab yang ringan dan Allah akan memasukkanmu ke surga dengan rahmat-Nya.  

Mengenai pentingnya silaturrahim, terdapat sebuah cerita dari Imam Ashbihani yang termaktub dalam kitab Irsyadul Ibad halaman 94, suatu ketika sahabat duduk di sisi Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, Kemudian Nabi bersabda: tidak boleh duduk dengan kami orang yang memutuskan silaturrahim, kemudian seorang pemuda keluar dari halaqoh, pemuda tersebut mendatangi bibinya untuk menyelesaikan sesuatu masalah di antara keduanya, kemudian bibinya meminta maaf terhadap pemuda tersebut. Setelah urusan selesai, pemuda kembali ke halaqoh, kemudian Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: sesungguhnya rahmat Allah tidak akan turun pada suatu kaum, yang di dalamnya terdapat orang yang memutuskan persaudaraan. 

Keempat, menjalankan shalat malam ketika banyak orang telah tidur terlelap. Shalat malam menjadi shalat yang spesial karena dilakukan di waktu banyak orang beristirahat dan lalai dari berdzikir kepada Allah subhanahu wata‘ala. Shalat malam juga menjadi indikasi seseorang jauh dari riya’ dan pamer dalam beribadah, karena di waktu ini banyak orang beristirahat. Sehingga bagi orang yang menjalankan ibadah di waktu malam mendapatkan ganjaran yang lebih, terutama oleh Nabi disabdakan sebagai orang yang akan masuk surga dengan tanpa kesulitan. Nabi juga bersabda: “Seutama-utama puasa setelah ramadhan adalah puasa di bulan Muharram, dan seutama-utama shalat sesudah shalat wajib adalah shalat malam.” (HR. Muslim No. 1163)

Menebarkan salam dan kedamaian, memberikan makanan, menjalin persaudaraan, dan shalat malam adalah anjuran dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, agar kitadapat menggapai surga dengan tanpa kesulitan dan tanpa banyak rintangan. Jika kita konsisten dan istiqamah dengan anjuran Nabi tersebut, Allah akan memberikan kita pertolongan untuk mengerjakan kebaikan dan menjauhi perbuatan yang kurang menyenangkan, sehingga di akhir hayat kita mendapatkan kematian yang husnul khotimah. Allâhumma Âmîn

Perlu diingat, Nabi yang telah dijamin masuk surga oleh Allah subhanahu wata‘ala selalu giat dalam beribadah kepada Allah subhanahu wata‘ala. Dalam kehidupan di tengah masyarakat, Nabi  selalu baik hati, riang dan sopan terhadap semua orang. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam selalu yang lebih duluan memberikan salam, sekalipun kepada anak-anak dan para sahaya. Nabi selalu memberikan apa yang dimiliki kepada para sahabatnya, walaupun beliau sendiri dalam keadaan kekurangan. Nabi selalu bersilaturrahim dan memaafkan terhadap setiap orang, walaupun terhadap orang yang pernah memusuhinya, dan Nabi selalu menjalankan shalat malam, hingga kedua telapak kaki beliau membengkak. Semoga kita semua dapat mencontoh prilaku dan ajaran Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.


Jumat, 02 Februari 2018

Kelahiran Rasulullah, Anugerah Terbesar Allah

Iman dalam pengertian :
التَّصْدِيْقُ الجَازِمُ بِمَا جَاءَ بِهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Yaitu pembenaran hati kita secara mantap terhadap seluruh ajaran yang dibawa oleh Baginda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. 

Dan takwa dalam pengertian :

امْتِثَالُ أَوَامِرِ اللهِ وَاجْتِنَابِ نَوَاهِيْهِ سِرًّا وَعَلَانِيَّةً ظَاهِرًا وَبَاطِنًا

Kita melaksanakan segala perintah Allah subhanahu wa ta’ala dan kita menjauhi segala larangan-Nya. Sirran wa alâniyatan. Baik sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan. Dhâhiran wa bâtinan. Lahir maupun batin. Dilihat maupun tidak dilihat orang. Dipuji maupun tidak dipuji orang. Kita tetap melaksanakan apa yang diwajibkan Allah subhanahu wa ta’ala kepada kita. Wasiat ini bukanlah sekadar wasiat rutin yang disampaikan para khotib di mimbar Jumat, namun menurut Imam al Haddad, dalam kitab an-Nashaih ad-Diniyyah, wasiat takwa adalah:
وَصِيَّةُ اللهُ رَبُّ الْعَالمَين لِلأَوَّلِيْنَ وَالأخِرِيْن وَالسَّابِقِيْنَ وَاللَّاحِقِيْنَ

Wasiat Allah subhanahu wa ta’ala Tuhan semesta alam bagi orang-orang dahulu, sekarang maupun yang akan datang. Semoga Allah Ta’al a menerima ketakwaan kita baik yang wajib maupun yng sunnah. Amin ya Robbal Alamin.

Dalam buku berjudul Cahaya karya al Imam al Habib Abu Bakar bin Hasan Al Athas Azzabidi, disebutkan pernah terjadi dialog antara Allah ta’ala dengan Nabiyullah Dawud Alaihissalam. Yaitu Nabiyulloh Dawud Alaihissalam bertanya kepada Allah ta’ala: “Ya Allah, nikmat apakah yang kecil di sisi-Mu?”. Allah ta’ala menjawab, “Napas yang kamu hirup sehari-hari adalah nikmat yang kecil di sisi-Ku”. Bayangkan, napas yang kita hirup sehari-hari, yang menjadi oksigen bagi kita, bagi Allah ta’ala adalah nikmat terkecil. “Lalu nikmat apakah yang paling terbesar di sisi-Mu?” Tanya Nabi Daud lagi. “Diciptakannya Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam” jawab Allah ta’ala.
Tak heran, jika dalam hadist Qudsi dikatakan:

لَوْلَاكَ لَوْلَاكَ يَا مُحَمّد لما خَلَقْتَ الأَفْلَاك 

Artinya: Jika bukan karena engkau wahai Muhammad, tidak akan aku ciptakan alam semesta ini. 
Kelahiran Nabi Muhammad shalllallahu alaihi wasallam, memang anugerah dan kado terindah bagi umat manusia dari Allah yang wajib kita syukuri. 
Allah ta’ala berfirman:

لَقَدْ مَنَّ اللهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ إِذْ بَعَثَ فِيهِمْ رَسُولًا

Artinya: “Sungguh-sungguh Allah ta’ala telah memberikan karunia bagi orang-orang beriman tatkala Dia mengutus bagi mereka seorang Rasul”. (QS Ali Imran: 164)
Hari berganti hari, bulan berganti bulan, tahun berganti kita tahun, tak terasa kita sudah memasuki bulan Rabi’ul Awwal, bulan kelahiran Baginda Rasulullah Sallallahu alaihi wasallam. Seorang Rasul yang diutus untuk membawa rahmat dan kasih sayang bagi manusia dan semesta alam. Rahmatan lil ‘alamîn. 

Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam menyeru kepada seluruh umat manusia ke jalan Allah subhanahu wa ta’ala. Jalan kebenaran. Jalan tauhid. Jalan yang lurus. (as-Sirotul mustaqim). Yaitu jalan orang-orang yang telah diberikan nikmat oleh Allah ta’ala, dari para Nabi dan Rasul, dan orang-orang terdahulu yang solih. Yaitu, jalan Islam. 
Semua Nabi dan Rasul terdahulu, aqidahnya sama tidak boleh kita beda-bedakan.
لَا نُفَرِّقُ بَيْنَهُمْ أَيْ فِي اْلعَقِيْدَة

Sejak Nabiyullah Adam ‘alaihissalam, hingga Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam, mereka menyerukan kalimat Tauhid untuk mengesakan Allah subhanahu wa ta’ala. La Ilaha Illallah. Meski syari’atnya berbeda-beda, pada akhirnya, semua syari’at para Nabi dan Rasul terdahulu disempurnakan oleh syariat Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam. Yang berat diringankan. Yang susah menjadi mudah. Itulah ciri khas syariat Nabi Muhammad Shallallahu alaihi Wasallam.  
Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam membawa agama Islam. Yaitu agama yang diridhai oleh Allah subhanahu wa ta’ala
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ

Artinya: “Sesungguhnya agama yang diterima di sisi Allah subhanahu wa ta’ala adalah al Islam.” (QS Ali Imran: 19)

Syekh Nawawi Banten, dalam Tafsirnya, Marah Labid fi Tafsiril Qur’anil Majid (Juz 1 halaman 91) mengatakan bahwa pengertian ayat tersebut adalah bahwa tidak ada agama yang diridhai oleh Allah subhanahu wa ta’ala kecuali Islam, yaitu agama tauhid dan syari’at yang mulia yang pernah ditempuh oleh para Rasul terdahulu. Turunnya ayat ini karena ada klaim agama-agama lain, yaitu Yahudi dan Nasrani, yang merasa lebih baik, lebih benar, dan lebih utama dibandingkan Islam.  

Semoga kita diberikan Allah subhanahu wa ta’ala  kekuatan dan istiqomah dalam mengikuti ajaran Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam. Meneladani jejak kehidupannya yang penuh cahaya ilmu dan hikmah. Banyak bershalawat kepadanya. Dalam diri Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam sungguh terdapat suri teladan yang baik dan patut dicontoh. Kecuali kekhususan-kekhususan yang melekat pada dirinya, semua ucapan dan tindakan Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassallam adalah untuk diikuti. Sebagaimana dikatakan Syekh Abdul Hamid Hakim dalam kitab ushul fiqih Mabadi Awwaliyah:

الأَصْلُ فِي أَفْعَالِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الاِقْتِدَاءُ إِلَّا مَا دَلَّ الدَّلِيْلُ عَلَى اخْتِصَاصِهِ

“Hukum asal segala perbuatan Nabi adalah untuk diikuti kecuali ada dalil yang mengkhususkannya.”